Betapa banyak dari kalangan muda
berhenti dari mengejar cita-cita, kehendak mulia, mimpi-mimpi fantastis
dalam capaian prestasi, hanya lantaran keteledoran, hanya karna ulah
menyimpang yang mulanya hanya iseng iseng belaka, atau mental ‘nanti
dulu’, atau sikap ‘sebentar dulu’.akhirnya lama kelamaan jiwanya mulai
layu,
semangat mulai redup. Gairah berkaryanya semakin kering. Akhirnya
ia pun terhenti dari segala harapan yang telah menanti di ujung kerja
kerasnya.
Malam Jumat itu seusai solat isya’ para santri asik ngobrolin sang kyai yang tak kunjung datang mengisi tausiah, banyak dari santri yang menduga tausiyah bakal dibatalin. Tentu aku dan kawan kawan bingugn apa yang muski dikerjain malam itu, mau tidur..,udah tadi siang di sekolah!, mau makan..,paling menunya gituan, kalo ngrumpi?,alah...... ngga’ usah disebutin jelas itu DOSA!. Kalo sudah begini bengong bareng deh!.
Sedang enak-enaknya bengong, tiba-tiba “DOARR” benturan pintu membuat
kesunyian kamarku terpecah, ternyata setelah di telusuri Rio atau
panggil saja O-lah penyebabnya.
“Asal kalian tahu!, udara bebas telah menanti kita, tunggu apa lagi mumpung Ustadz-Ustadz pada lenggah” teriak O layaknya Bung tomo.
“ Anta ga’ usah mimpi! Kalo ketahuan kita bisa jadi jama’ah botak.” Saut Tahta menolaknya.
“ Alah.... not effect lagipula cuman semalam!” bantah Afix mendukung O.
Setelah kedua kubu ini cukup lama bersitegang, akhirnya kubu dari O-lah yang memenangkanya, dengan berat hati akhirnya Rizki dan simpatisannya mau tidak mau harus menuruti O atas dasar kekompakan.
Tapi masih saja ada halangan dengan terbentuknya gerakan NonBlok yang beranggotakan Iqbal & Yovie, awalnya aku-pun termasuk dari mereka dengan setempel disiplin terukir di jidat ku, tetapi dibagian hatiku yang lain menggatakan akan timbul kedengkian yang bakal menimpaku, itulah sebabnya peraturan yang berdiri tegak di pondok ini terpaksa ku robohkan dengan dalih rumus phytagoras, loh ! ko’ phytagoras ?. Ya karena rumus phytagoras berlaku untuk segitiga siku-siku, bunyi rumus phytagoras adalah panjang sisi miring kuadrat sama dengan jumlah kuadrat dari panjang sisi yang lain. atau secara matematis ditulis C² = B² + A² maka dapat disimpulkan bahwa, antara O sebagai C², Rizki sebagai B²,dan Aku sebagai A² masing-masing memiliki posisi yang saling berkaitan walaupun memiliki sifat variabel yang berbeda mereka mampu membentuk sebuah bangun segitiga siku-siku atau yang kita sebut sebagai kekompakan.
” ujar Affan yang ketika itu menjabat sebagai atasan kami. كيف يمكننا الخروج من هنا دون علم الأستاذ"
“ta’ usah kawatir kita gunakan saja jamur sebagai tameng” seru Ady dengan bangga.
“maklut so...?” kata yang dilontarkan kawan-kawanku usai mendengar ucapan Ady.
“gini lo..awalan, kita sibukan para Ustadz dengan keberadaan Iqbal & Yovie, bila para Ustadz terlena dan gerbang masih terbuka lebar kita bisa segera keluar dari sini” jelas Ady mirip Adolf hitler ketua Nazi pas nyusun strategi penyerangan inggris.
“Asal kalian tahu!, udara bebas telah menanti kita, tunggu apa lagi mumpung Ustadz-Ustadz pada lenggah” teriak O layaknya Bung tomo.
“ Anta ga’ usah mimpi! Kalo ketahuan kita bisa jadi jama’ah botak.” Saut Tahta menolaknya.
“ Alah.... not effect lagipula cuman semalam!” bantah Afix mendukung O.
Setelah kedua kubu ini cukup lama bersitegang, akhirnya kubu dari O-lah yang memenangkanya, dengan berat hati akhirnya Rizki dan simpatisannya mau tidak mau harus menuruti O atas dasar kekompakan.
Tapi masih saja ada halangan dengan terbentuknya gerakan NonBlok yang beranggotakan Iqbal & Yovie, awalnya aku-pun termasuk dari mereka dengan setempel disiplin terukir di jidat ku, tetapi dibagian hatiku yang lain menggatakan akan timbul kedengkian yang bakal menimpaku, itulah sebabnya peraturan yang berdiri tegak di pondok ini terpaksa ku robohkan dengan dalih rumus phytagoras, loh ! ko’ phytagoras ?. Ya karena rumus phytagoras berlaku untuk segitiga siku-siku, bunyi rumus phytagoras adalah panjang sisi miring kuadrat sama dengan jumlah kuadrat dari panjang sisi yang lain. atau secara matematis ditulis C² = B² + A² maka dapat disimpulkan bahwa, antara O sebagai C², Rizki sebagai B²,dan Aku sebagai A² masing-masing memiliki posisi yang saling berkaitan walaupun memiliki sifat variabel yang berbeda mereka mampu membentuk sebuah bangun segitiga siku-siku atau yang kita sebut sebagai kekompakan.
” ujar Affan yang ketika itu menjabat sebagai atasan kami. كيف يمكننا الخروج من هنا دون علم الأستاذ"
“ta’ usah kawatir kita gunakan saja jamur sebagai tameng” seru Ady dengan bangga.
“maklut so...?” kata yang dilontarkan kawan-kawanku usai mendengar ucapan Ady.
“gini lo..awalan, kita sibukan para Ustadz dengan keberadaan Iqbal & Yovie, bila para Ustadz terlena dan gerbang masih terbuka lebar kita bisa segera keluar dari sini” jelas Ady mirip Adolf hitler ketua Nazi pas nyusun strategi penyerangan inggris.
Malam itu juga sesuai komando, rencana itu betul-betul kami kerjakan. Satu persatu para santri kabur dari pondok. Kami dengan mudah bisa lolos dari sepengetahuan Ustadz dan itu bukan karena Iqbal & Yovie yang berhasil melemahkan penjagaan para Ustadz ,akan tetapi memang Ustadznya yang lemah.
Kabur dari pondok bukan soal seberapa ketat penjagaan atau kawat berduri yang menghalangi melainkan ini soal seberapa kuatnya pagar nafsu yang dimiliki para santri. Meski sehebat apapun penjagaannya kalo pagar nafsunya rusak akan tetap saja mudah dibobol. Kitab Ta’limul muta’alim yang sering kami kaji tak begitu berdampak pada kami, sehingga 14 bab yang terdapat di dalam kitab ini (istilah kitabnya, fashl) yang membahas tentang metode belajar, keutamaan ilmu, motivasi belajar, memilih ilmu, guru, dan kawan serta memuliakan ilmu dan ulama, yang sesungguhnya berfungsi sebagai reparasi pagar nafsu malah hanya dijadikan para santri moderen semacam kami sebagai syarat terhindar dari jeweran ustadz Ladun selebihnya hanya Allah dan masing-masing diri mereka yang tahu.
Kami telah keluar dari tempat kami menuntut ilmu. Yang biasanya sarung dan gamis menyelimuti kini jins dan jemper membuat kami Jauh dari kata santri. Bulan terus fokus melihat langkah kami, berbeda dengan orang tua kami yang tertidur pulas tanpa mereka ketahui kalau anak-anaknya ternyata telah menghianati kepercayaan mereka. meski Rizka dan kawan-kawa telah meyakinkanku, Hatiku tetap kebat kebit. Soalnya ini pertama kali aku membolos.
Alun alun, ya! Disanalah kami nanti singgah, berkumpul dengan banyak lapisan masyarakat. Tak perduli mau konglomerat, miskin, kafir, mukmin yang taat bahkan yang munafik-pun ada disana.
Kami terus menyusuri kota yang kami sebut kota labirin karena sekian banyak jalan yang kami lalui tersekat oleh dinding-dindingnya yang menjulang tinggi. Dari jauh sudah terdengar ayat-ayat Allah terlantun begitu indah membahana ditengah kota, sementara yang mendengarkan bertentangan dengan apa yang telah didengar. Itu terbukti tatkala kami tiba di alun-alun, para pejantan dan betina bercumbu seolah mereka telah menantang Allah dengan menyalahi Q.S An nuur: 30-31. Tapi sayang, bagi calon-calon kyai seperti kami tak banyak yamg mempermasalahkan itu.
Rizka dan teman-temanya kemudian pergi kepusat pertokoan. Jalan-jalan muter-muter. Masuk ketoko mainan, nyobain jadi anaknya orang berduit. Juga liat-liat kaus-kaus yang sulit kami ditemukan di almari santri dan puncaknya, main dingdong! belasan logam koin dihabiskan untuk nyobain semua permainan. Makin sering kalah makin penasaran.
Menjelang pukul sembilan malam kami masih asik main, sampai-sampai gak tahu kalo sekelilingnya udah sepi. Tanpa duga, nongol Satpam ngusir –ngusir kami, ya udah nggak ada pilihan lain kami musti cepet keluar dari gedung itu dengan koin masih tergenggam di tangan.
Lagi asyik menikmati AC terahir di pintu utama gedung, di sebrang jalan raya tampak dari teman kami memangil-mangil mengisyaratkan agar kami segera menghampirinya, seolah-olah ada kejadian luar biasa telah terjadi.
“Rugi kalian ngelewatin kejadian yang tak kan ada dua kali, ada duel antar dua geng yang kedua duanya sama-sama punya kekuatan gaib, yang satu pakek jurus harimau, yang satunya lagi jurus pocong ya.. kayak ngilang gitu deh” jelas Alpin nyerocos.
Alpin baru bisa berhenti dari ocehanya ketika ia melihat dari balik pungung ku tampak seorang ibu yang menghampiri kami lantas menawarkan sisa roti ulta milik anaknya kepada kami dengan cuma cuma, ya.. meski udah ga’ utuh yang penting enak, gratis lagi ,he.he.he.
Belum sempat roti terbagi rata, kami kedatangan tamu yang kalau dinilai dari penampilanya sudah barang tentu bukan santri layaknya kami. kumal,semiran, dan aneh. Tapi yang lebih aneh disaat kami merasa terancam, ternyata ia hanya ingin mengajak kami bertanding sepakbola. Maka malam itu juga tepat pukul 11.30 WIB di bundaran Kudus terjadilah duel antara PERSIPON dengan JFC (jalanan football club) yang bakal disaksikan beribu-ribu kendaraan yang lalu lalang.
Lampu-lampu toko berangsur-angsur padam tanda bahwa malam semakin larut, tetapi pertandingan ini malah semakin seru, ketika banyak trik-trik menakjubkan yang ditampilkan mereka di hadapan kami seperti flick up, el elastico, lift ball, Marseille roulette , serta samba. Pemain kamipun berjatuhan dibuatnya.
Dari mulainya pertandingan, bola belum samasekali menyentuhku, hingga akhirnya ia menghampiriku dengan sendirinya, tapi sayang itu tak berdurasi lama, karna Tahta dengan semangat mengglora meminta bola itu agar segera diserahkan padanya. Dengan berat hati satu umpan amatir kuberikan pada Tahta, sang kapten, yang langsung menyundul bola dengan sisi kanan kepalanya. Namun, Keeper tak mau kalah, ia menepis bola kedalam lapangan pada waktu yang tepat. Tak sampai disitu saja Rifki pun ikut serta dalam perselisihan itu, ia melakukan chip volley tinggi diatas keeper yang terjatuh, dengan keras bola melesat melintasi tumpukan sendal-sendal gawang dan meningalkan area pertandingan, menciptakan gol sehingga kita memipin dengan sekor 5-3. Pada menit ke 80-an ‘ehh inget ngak ada intermission’ ,
Kapten JFC melakukan gerakan hell kick flick pada Huda yang seketika itu terkecoh, ia melakukan one two bersama temannya, dan ia melakukan tendangan volley rendah yang langsung menjebol gawang timku. Skor menjadi 5-4, karena pertandingan ini tak ber wasit dan tak diberi batas waktu, maka yang perlu di lakukan ialah mencetak angka sebanyak-banyaknya sampai ada di antara kami yang terkapar kecape’an. Tapi asal kalian tahu pertandingan itu usai bukan karna kami kecape’an melainkan ketika bola yang kami rebutkan terpental jauh melambung menghantam teravo lampu alun-alun dengan begitu kerasnya. Akibatnya lampu alun-alun mati dengan seketika! “ waduh!...., kabuuur....* woy ojo lali sandale,” “sandalku neng di? #%^ “ heh iku sandalku!”. Kami ketakutan bukan kepalang melebihi takut kami saat menghadapi Mbah Syem (direktur pondok) ngamuk.
Entah apa yang kami takuti, hingga harus merelakan sandal pada jebot. Padahal kabur dari pondok saja menjadi hal yang membanggakan, tapi mengapa hanya karna lampu alun-alun mati kami musti kayak maling lompat sana ngumpet sini. Kalo begini kesimpulannya berarti memang sudah tidak terbesit lagi sifat tanggung jawab di dada kami.
Langkah kami semakin melambat seiring semakin jauhnya alun-alun dari pandangan kami, tak selang beberapa lama sohabatku Afix tanpa beban memutuskan agar perjalanan ini dilanjutkan ke rental PS, padahal belum kering keringat di tubuh kami. Sekarang terbukti jika saiton itu memang tak akan pernah lelah bila sudah berurusan dengan misinya yakni menggoda manusia.
“Ana Muflis ni” ujar Khafidz memanja.
“Ya, lagi pula mata ku wis riyep riyep ki !” saut Daus sembari mengucek matanya.
“Menara ya’ !” yang lain menyauti.
Meski mereka tak bermaksud membela aturan pondok aku turut gembira ada dari kawanku yang tidak berminat menuju rental PS, andai insiden ini terjadi tentu akan menjadi pelanggaran pondok ke 2 bagi kami. Memang benar di dalam nas Al-Qur’an tak ada yang menerangkan keharamannya sehingga ini menjadi perkara kontemporer yang harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Meskipun yang berniat ke rental PS resesif tetap saja tak menyurutkan hasrat para pecandu PS hadir ke tempat terlarang itu. Kejadian ini menggambarkan hukum (–) x (+) = (–) keburukan yang walau didalamnya ada kebaikan hasilnya akan menjadi buruk. Solusinya kami yang (+) harus memisahkan diri dari yang (–), tak ada pilihan lain selain berpisah dari yang (–) agar tak ada yang terkontaminasi.
Kamipun memutuskan bermalam di masjid yang dibangun sunan jaffar shadiq, yang di sana banyak orang berbondong bondong minta-minta, ya.. minta di panjangin umurnya lah, dilulusin sekolahnya lah, dikayakan hartanya lah, bahkan minta dikasih receh pun ada alias pengemis he,he,he.. yang jelas mintanya selain kepada Allah SWT (musrik). Tapi ada juga yang tidak musrik ko’, ya.. kayak kita-kita ini ni, didikan ponpes Muhammadiyah dengan doktrin murni dari nabi Muhammad masak percaya ama hal yang khurofat kaya’ gitu mau dibawa kemana wajah KH. Ahmad Dahlan.
Kami terus menyusuri jalan beraspal yang tak kunjung dingin, padahal sesekali angin malam menerpa tubuh kecil kami. Terus melangkah dengan berharap masjid yang kami idamkan telah di depan mata, agar bola mata yang kian memerah ini segera tertutup rapat rapat.
Sampailah di bagian yang mengingatkanku akan sejarah perang diponegoro tepatnya tatkala rakyat pribumi bersatu dalam semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati"; sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati. Namun ini tidak ada sangkut pautnya dengn perebutan tanah, karna ini adalah kejadian yang bermula ketika kami telah berjalan jauh meningalkan komunitas PS tiba-tiba dari ujung jalan tampak segrombolan anak anak muda yang postur tubuhnya menggingatkan kami dengan para pecandu PS itu,
“Ya itu memang mereka, lihat saja ada yang sandalnya jebot itukan Huda” ujar Farizi sembari melenggak lenggokkan kepalanya.
Setelah dirasa opserfasi sudah cukup teliti, Azkipun angkat bicara
“Hei! Aku punya ide nih, gimana kalo perjumpaan ini kita bikin mirip kayak adegan tawuran!, kayak anak STM yang di tp-tp itu.tu... ”
Kami berlari dengan begitu menjiwai seolah menujkukan bahwa kami memang bakat dalam tawuran. Harap maklumlah, dipondokkan udah sering tawuran kalo ayam lauknya. Di sisi lain, para PS-man juga nampak ter Ilhami menanggapi sandiwara ini mereka berlari kencang menghampiri kami.
“heyaaaaaaaaa!!!” gemuruh suara kami.
Padahal kami tahu disekitar TKP banyak bapak-bapak lagi asik ngumpul main catur sambil ngemil kacang godok, e..malah gara-gara ulah kami, kacang godoknya ketuker ama pion, wak ka’ ka’ ka’.. Oops.
“E .e.e..... ka..mpul !” peki’ salah satu warga karena kecewa melihat kami enga’ jadi pukul-pukulan malah berlaga layaknya aktor Keanu Charles Reeves pas main di film Matrix meranin tokoh Neo.
Saat itu aku tak sempat berfikir jikalau notabenku adalah seorang santri 13 th, yang ada hanya perasaan gembira soalnya rental PS yang mereka tuju tutup, jadinya kami bisa pergi ke masjid sunan kudus bareng-bareng.
Tak kusangka kaki ini telah hadir di permukaan tanah menoro, debu yang sekian lama menumpuk di raut muka segera tersterilkan oleh air wudhu. Sebelum terpejam kami sempatkan mendirikan solat malam meski terkadang dengungan ahli dzikir sempat mengganggu.
Di keheningan malam -/+ jam tigaan, kenyamananku bermimpi mulai terusik saat kudengar suara aneh yang terus merambat ditelingaku *#^%*)(@!?>+! “Hiiiiii....,..” sepontan aku terprangah melihat tubuh O yang dibelai pemuda cantik bertingkah kemayu.
“Suts sutsO,O.bangun, ..bangun” kawan ku berusaha membangunkannya dengan suara lirih. Kami tak mampu berbuat banyak karna banci itu badanya kekar, tapi untunglah ada orang bawa’ gagang pell dengan suara lantangnya mengusir si banci tadi, seketika si banci kabur tergopoh gopoh sembari terdengar ia menggerutu.
“Nang ! omahmu ngendi ?”seru si tukang pell.
“ndha’an pak”balas O ngibul.
“bali kono Masjidte apek ano pengajian” serunya.
“Huh* untunglah O masi berjaka kalau ga’ jadi repot urusanya” sindir kawanku.
Ada yang mengganjal bagiku. Sebenarnya apa alasanya hingga banci barusan bisa dibuat kawanku O mabuk kepayang. E,,,Ternyata setelah ku infestigasi semua ini berawal dari ulah O tatkala beranjak ke rental PS ia menggoda si banci !. jadi sekarang sudah jelas,semua ini dikarenakan hukum kausalitas atau bisa di terangkan melalui perinsip archimedes "Jika suatu benda dicelupkan ke dalam sesuatu zat cair, maka benda itu akan mendapat tekanan keatas yang sama besarnya dengan beratnya zat cair yang terdesak oleh benda tersebut".
Dengan sesal bercampur rasa geli karena nasib O barusan, kami jadi kesulitan menentukan kemana lagi kita harus singgah, jikapun ke pondok, yang ada malah digrebek, masak ke alun-alun lagi, ya.. udah lah emang disana nasip kami berikutnya.
Kepergian kami disambut para santri salafi yang berdatangan memenuhi panggilan sang kyai, dengan ditemani kitab kuning yang tertempel di dadanya mereka siap mengabdi pada guru.
Entah apa yang membuat mereka berbeda dengan kami yang hanya bisa perotes dan mengkritik, jika di tela’ah dengan seksama mungkin santri modern memang takkan mungkin 100% percaya terhadap gurunya namun hal ini akan menciptakankan penyaluran ilmu yang dapat terevaluasi melalui dobrakan dobrakan yang dilakukan santri-santrinya tapi sayangnya hal ini berdampak pada mental ketawadhu’an mereka terhadap guru. Oleh karna itu mau santri salaf atau modern yang terpenting tawadhu’ dan tidak menjadi santri yang pasif /hanya menerima materi dari sang guru tanpa mengetahui kebenaranya.
Mata kering memerah, kaki mengeras, sekujur tubuh lengket oleh keringat terasa sedikit terobati ketika kami telah berhasil menaklukan medan yang jauh dan bisa berbaring pulas di teras masjid agung Kudus.
“tak tak tak tak taktak tak, dung.... dung.... dung dung dung dungdung dung...dung.......dung..,Allah.......................huak,barAllah........................huak,bar”, suara muazin yang mirip kaya’ Afgan itu menandakan subuh telah tiba. Meski sedikit malas-malasan karena ga’ ada pak Hasan ngopyai ,kami tetap menunaikan salat subuh dengan iman yang masih tersisa di hati.
Takbirotulikrom lalu membaca alfatihah + ayat-ayat dalam al qur’an kemudian ruku’ lalu iktidlal dan next, e.’.’.’. eladalah! kami tersungkur sujud tanpa tahu kalo ada do’a kunut, tanpa bosa-basi seketika layaknya video direplay kami kembali tegak. Meski di dalam salat kami sedikit malu dengan jama’ah lainya karna memperjuangkan karakter, kami tetap berusaha mengahiri salat itu dengan khusyuk.
Setelah menunaikan ritual ibadah yang jarang-jarang bisa ditemukan di masjid kami. Kami segera beranjak keluar kemudian duduk-duduk menikmati asap knalpot yang semakin mengusir udara subuh hanya untuk memperoleh mentari terbit dari balik gedung Ramayana.
Apakah ini yang disebut O sebagai kebebasan. Yang bisa keliling supermarket, sepakbola bareng anak jalanan dan main PS sampai-sampai harus dipeluk banci. Kalo memang benar itu kebebasan maka apa bedanya kita dengan gelandangan atau lebih extrimnya binatang yang baginya kebebasan berupa perbuatan tiada aturan. Padahal seasik apapun kebebasan takkan sedikitpun lepas dari resiko yang telah disiapkan oleh Allah. Lantas mungkinkah santri dengan mental macam kami kelak akan memperoleh cahayaNya, hanya do’a yang dapat ku panjatkan.
Ini hanya sekeping kisah pesantren yang masih terpatri dimemori setiap pelakunya adapun hikmah didalamnya itu tergantung dari hati yang merasakan.