“ Ibuuuu...” teriak si anak perempuan.
“ Ono opo se, Nduk?” Jawab Ibunya.
“ Ini loh si Mas mau pulang, nanti malam”
“Yaudah. Beresin sana kamarnya! Biar Masmu seneng”
“Iya bu. Asyiiikkkkkkk!!!!”
“Asyik kenapa toh nduk?”
“Kalau Mas pulang kan kita bisa beli baju lebaran sama-sama, asyik toh Bu?”
“Gak. Gak! Selama kamu gak rajin gak ada yang namanya baju baru sepatu baru atau apalah yang baru-baru”
“Ibu.. Nggak biasanya Ibu begini. Kenapa sih bu?”
“Kamu
pikir Ibu nggak sedih lihat anak perawannya klumbrak-klumbruk kayak
nggak menghargai barang-barang sama sekali. Males kamu iku nduk!”
“Males gimana sih Bu. Aku udah bantu Ibu jualan di Toko, apa itu masih dianggap males?”
“Tuh
lihat! Baju, sepatu, tas dll keleleran kesana kemari. Pokoknya nggak
ada baju lebaran selama kamu nggak rajin. Kamu pikir Ibu nggak ngumpulin
rupiah demi rupiah buat beli barang-barangmu yang bermerk ini apa?
Barang-barangmu bagus tapi nggak kelihatan bermerk. Sama aja seperti
barang pasaran”
“Itu terus yang ibu omongin. Aku bosen Bu! Ibu gak
pernah menghargaiku sama sekali. Kenapa sih ibu begitu perhitungan sama
anak sendiri? Kenapa ibu lebih royal ke saudara-saudara Ibu sementara ke
anak kandung sendiri dikit-dikit diungkit? Kenapa Bu?”
“CUKUP!” Plaaak sebuah tamparan mendarat di pipi tembem gadis itu
“KURANG AJAR! Kamu itu gak tau apa-apa..” bentak sang Ibu
“Aku
udah gede Bu. Aku bisa ngerasain itu semua. Ketulusannya Ibu sama Aku,
nggak ada sama sekali. Hambar Bu rasanya” ucap gadis berambut panjang
itu dengan terisak lalu berlalu masuk ke dalam kamar dan menutup
pintunnya, BRRRRAAAAK!
Di dalam sebuah rumah sederhana. Sujudlah seorang Wanita paruh baya
dengan penuh kerendahan hati menghadapNYA. Dalam balutan mukena putih
yang sudah mulai kusut itu, terlihat sekali kecantikan alami wanita
tersebut. Dengan sorot matanya yang tajam tapi kali ini berlinang air
mata.
“Ya Allah ampunilah hamba jikalau dalam mendidik anak, hamba
belum becus. Ampunilah dosa-dosa anak hamba yang sudah melukai hati
hamba. Sesungguhnya hamba amat menyayanginya. Apa yang terjadi diantara
kami hanyalah sebuah kesalahpahaman. Ya Allah jadikanlah anakku, anak
yang sholeh dan sholihah yang berbakti kepada kedua orangtua dan taat
kepada Engkau, Ya Rabb. Kabulkanlah doa hamba. Amin Ya Robbal Alamin”
seusai berdoa Ia lalu mengusap mukanya dengan tangan kanannya lalu
kembali bersujud. Dan lama sekali....
*
Sementara itu di
dalam kamar yang bernuansa pink-putih, Seorang gadis yang benama Nur
masih tetap saja terisak. Ia menatap langit-langit kamar, lalu matanya
tertuju pada beberapa tumpukan buku diatas meja. Dia beranjak dari
kasurnya dan mengambil sebuah buku tipis diantara buku-buku tebal yang
mengapitnya. Ia terdiam sejenak, lalu mengambil pena dan mulai menulis
Malang, 25 Agustus 2011
Dear my special Angel book
I have many problem. And I’m so bored
with this situation. “Hari ini aku baru saja bertengkar hebat dengan Ibu
yang aku banggakan selama ini hingga menghasilkan sebuah tamparan yang
amat menyakitkan hati (bagiku). Aku ngaku juga sih, kalau aku yang salah
karena mancing emosi Ibu. Tapi Ngel, siapa yang ga BT coba kalau
tinggal 5 hari lagi lebaran tetapi belum ada baju lebaran. Disisi lain
aku tau Ibu sedang sibuk, tapi di satu sisi aku juga iri sama
temen-temen sekolah yang udah saling nunjukkin baju baru mereka. Coba
aku mau nanya, “Apa salah bila aku meminta Ibu membelikanku baju
lebaran?”. Lagi pula aku kan masih remaja jadi wajar aja kan kalau aku
punya keinginan seperti itu. Tapi gayung tak bersambut, Ibu menolaknya
mentah-mentah dengan alasan, A-Z lah. Bosen nulis itu lagi itu lagi.
Nur tak melanjutkan tulisannya tapi dia malah sibuk melamun
Hhmm..
detik ini juga aku sadar Ngel, kalau aku yang salah. Aku udah kurang
ajar sama Ibu. Aku pikir juga aku masih bisa kok pake baju lain saat
lebaran tiba. Ternyata aku lebih beruntung daripada anak-anak penjual
koran di lampu merah, anak-anak pengamen jalanan yang mungkin atau
bahkan nggak ada persiapan baju baru untuk lebaran. At last, syukuri aja
lah apa yang ada...”
Kemudian Nur keluar kamar lalu mencari
Ibunya. Ternyata Ibu sedang sholat, pikir Nur. 15 menit kemudian Nur
mulai gelisah sebabnya sang Ibu tak kunjung bangun dari sujud. Dia pun
kaget dan mengira-ngira Ibunya sudah meninggal dunia dalam keadaan
sujud, khusnul khotimah. Perlahan Ia pun mendekat, menggoyang-goyang
tubuh Ibunya. Betapa kaget luar biasa Si Nur saat tubuh Ibunya dibalik
namun tetap tak ada reaksi. Nur pun menangis sesenggukan dan lama
kelamaan tangisnya semakin keras
“Ibu jangan tinggalin adik! Adik mau
minta maaf ke Ibu. Adik ngaku salah. Adik kurang ajar. Adik janji nggak
akan nuntut Ibu untuk beliin baju lebaran buat Adik, tapi Ibu bangun
ya”
Nur pun menjerit keras, “Ibuuuuuu..”
Tiba-tiba sang Ibu bangun
“Nur, kamu kenapa nduk?”
“Ibu, masih hidup?”
“Huuus! Kamu ngomong apa? Kamu mau Ibu mati?”
“Nggak Bu. Ya Allah Alhamdulillah! Lah terus Ibu kenapa sujud ga bangun-bangun?”
“Ibu ketiduran nak, badan Ibu lelah sekali.”
“Ibu maafkan Nur, Nur salah Bu.”
“Iya Nur sayangku, Ibu juga minta maaf ya sayang. Ibu rasa ini semua cuma salah paham”
“Pokoknya Nur minta maaf. Dan Nur mohon Ibu jangan pernah tinggalin Nur.”
“Ibu
nggak akan. Ibu janji sayang. Kamu tau nggak, hati Ibu hancur waktu
sadar telah menampar kamu. Tapi ibu kalap waktu itu, Ibu nggak nyangka
anak yang Ibu bangga-banggakan selama ini ngomong seperti itu ke Ibu
hanya karena baju lebaran”
“Ohh iya Bu.. Nur nggak kontrol emosi tadi Bu”
“Nur
tau, bukannya Ibu nggak mau belikan kamu baju lebaran. Tapi Ibu pikir
kamu belum perlu untuk saat ini. Baju kamu masih bagus-bagus dan layak
pakai. Kan sayang kalau uangnya dihambur-hamburkan. Lebih baik uang itu
untuk saudara-saudara kamu yang kurang beruntung.”
“Nur ngerti bu.”
“Jadi ?,” tanya Ibu Nur meminta kepastian.
“Baju baru Alhamdulillah, tuk dipakai di hari raya. Tak punya pun tak apa-apa, masih ada baju yang lama” ujar Nur bersenandung.
“Untuk apa berpesta-pesta kalau kalah puasanya, malu kita kepada Allah Yang Esa” balas Ibu Nur.
“Hehehe...” Ibu dan Anak ini pun tertawa lepas sambil tetap menyenandungkan lagu dari “Dea Ananda”
“Nur, cahaya Ibu. Sinarilah Ibu dengan sikapmu yang berbakti sayang. Jangan biarkan cahayamu redup oleh nafsu sesaat.”
“Oh Ibu, Nur sayang Ibu....”