Search This Blog

Tak Ada Pun Tak Apa - Apa

“ Ibuuuu...” teriak si anak perempuan.
“ Ono opo se, Nduk?” Jawab Ibunya.
“ Ini loh si Mas mau pulang, nanti malam”
“Yaudah. Beresin sana kamarnya! Biar Masmu seneng”
“Iya bu. Asyiiikkkkkkk!!!!”
“Asyik kenapa toh nduk?”
“Kalau Mas pulang kan kita bisa beli baju lebaran sama-sama, asyik toh Bu?”
“Gak. Gak! Selama kamu gak rajin gak ada yang namanya baju baru sepatu baru atau apalah yang baru-baru”
“Ibu.. Nggak biasanya Ibu begini. Kenapa sih bu?”
“Kamu pikir Ibu nggak sedih lihat anak perawannya klumbrak-klumbruk kayak nggak menghargai barang-barang sama sekali. Males kamu iku nduk!”
“Males gimana sih Bu. Aku udah bantu Ibu jualan di Toko, apa itu masih dianggap males?”
“Tuh lihat! Baju, sepatu, tas dll keleleran kesana kemari. Pokoknya nggak ada baju lebaran selama kamu nggak rajin. Kamu pikir Ibu nggak ngumpulin rupiah demi rupiah buat beli barang-barangmu yang bermerk ini apa? Barang-barangmu bagus tapi nggak kelihatan bermerk. Sama aja seperti barang pasaran”
“Itu terus yang ibu omongin. Aku bosen Bu! Ibu gak pernah menghargaiku sama sekali. Kenapa sih ibu begitu perhitungan sama anak sendiri? Kenapa ibu lebih royal ke saudara-saudara Ibu sementara ke anak kandung sendiri dikit-dikit diungkit? Kenapa Bu?”
“CUKUP!” Plaaak sebuah tamparan mendarat di pipi tembem gadis itu
“KURANG AJAR! Kamu itu gak tau apa-apa..” bentak sang Ibu
“Aku udah gede Bu. Aku bisa ngerasain itu semua. Ketulusannya Ibu sama Aku, nggak ada sama sekali. Hambar Bu rasanya” ucap gadis berambut panjang itu dengan terisak lalu berlalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintunnya, BRRRRAAAAK!

Di dalam sebuah rumah sederhana. Sujudlah seorang Wanita paruh baya dengan penuh kerendahan hati menghadapNYA. Dalam balutan mukena putih yang sudah mulai kusut itu, terlihat sekali kecantikan alami wanita tersebut. Dengan sorot matanya yang tajam tapi kali ini berlinang air mata.
“Ya Allah ampunilah hamba jikalau dalam mendidik anak, hamba belum becus. Ampunilah dosa-dosa anak hamba yang sudah melukai hati hamba. Sesungguhnya hamba amat menyayanginya. Apa yang terjadi diantara kami hanyalah sebuah kesalahpahaman. Ya Allah jadikanlah anakku, anak yang sholeh dan sholihah yang berbakti kepada kedua orangtua dan taat kepada Engkau, Ya Rabb. Kabulkanlah doa hamba. Amin Ya Robbal Alamin” seusai berdoa Ia lalu mengusap mukanya dengan tangan kanannya lalu kembali bersujud. Dan lama sekali....

*

Sementara itu di dalam kamar yang bernuansa pink-putih, Seorang gadis yang benama Nur masih tetap saja terisak. Ia menatap langit-langit kamar, lalu matanya tertuju pada beberapa tumpukan buku diatas meja. Dia beranjak dari kasurnya dan mengambil sebuah buku tipis diantara buku-buku tebal yang mengapitnya. Ia terdiam sejenak, lalu mengambil pena dan mulai menulis

Malang, 25 Agustus 2011

Dear my special Angel book

I have many problem. And I’m so bored with this situation. “Hari ini aku baru saja bertengkar hebat dengan Ibu yang aku banggakan selama ini hingga menghasilkan sebuah tamparan yang amat menyakitkan hati (bagiku). Aku ngaku juga sih, kalau aku yang salah karena mancing emosi Ibu. Tapi Ngel, siapa yang ga BT coba kalau tinggal 5 hari lagi lebaran tetapi belum ada baju lebaran. Disisi lain aku tau Ibu sedang sibuk, tapi di satu sisi aku juga iri sama temen-temen sekolah yang udah saling nunjukkin baju baru mereka. Coba aku mau nanya, “Apa salah bila aku meminta Ibu membelikanku baju lebaran?”. Lagi pula aku kan masih remaja jadi wajar aja kan kalau aku punya keinginan seperti itu. Tapi gayung tak bersambut, Ibu menolaknya mentah-mentah dengan alasan, A-Z lah. Bosen nulis itu lagi itu lagi.

Nur tak melanjutkan tulisannya tapi dia malah sibuk melamun

Hhmm.. detik ini juga aku sadar Ngel, kalau aku yang salah. Aku udah kurang ajar sama Ibu. Aku pikir juga aku masih bisa kok pake baju lain saat lebaran tiba. Ternyata aku lebih beruntung daripada anak-anak penjual koran di lampu merah, anak-anak pengamen jalanan yang mungkin atau bahkan nggak ada persiapan baju baru untuk lebaran. At last, syukuri aja lah apa yang ada...”

Kemudian Nur keluar kamar lalu mencari Ibunya. Ternyata Ibu sedang sholat, pikir Nur. 15 menit kemudian Nur mulai gelisah sebabnya sang Ibu tak kunjung bangun dari sujud. Dia pun kaget dan mengira-ngira Ibunya sudah meninggal dunia dalam keadaan sujud, khusnul khotimah. Perlahan Ia pun mendekat, menggoyang-goyang tubuh Ibunya. Betapa kaget luar biasa Si Nur saat tubuh Ibunya dibalik namun tetap tak ada reaksi. Nur pun menangis sesenggukan dan lama kelamaan tangisnya semakin keras
“Ibu jangan tinggalin adik! Adik mau minta maaf ke Ibu. Adik ngaku salah. Adik kurang ajar. Adik janji nggak akan nuntut Ibu untuk beliin baju lebaran buat Adik, tapi Ibu bangun ya”

Nur pun menjerit keras, “Ibuuuuuu..”
Tiba-tiba sang Ibu bangun
“Nur, kamu kenapa nduk?”
“Ibu, masih hidup?”
“Huuus! Kamu ngomong apa? Kamu mau Ibu mati?”
“Nggak Bu. Ya Allah Alhamdulillah! Lah terus Ibu kenapa sujud ga bangun-bangun?”
“Ibu ketiduran nak, badan Ibu lelah sekali.”
“Ibu maafkan Nur, Nur salah Bu.”
“Iya Nur sayangku, Ibu juga minta maaf ya sayang. Ibu rasa ini semua cuma salah paham”
“Pokoknya Nur minta maaf. Dan Nur mohon Ibu jangan pernah tinggalin Nur.”
“Ibu nggak akan. Ibu janji sayang. Kamu tau nggak, hati Ibu hancur waktu sadar telah menampar kamu. Tapi ibu kalap waktu itu, Ibu nggak nyangka anak yang Ibu bangga-banggakan selama ini ngomong seperti itu ke Ibu hanya karena baju lebaran”
“Ohh iya Bu.. Nur nggak kontrol emosi tadi Bu”
“Nur tau, bukannya Ibu nggak mau belikan kamu baju lebaran. Tapi Ibu pikir kamu belum perlu untuk saat ini. Baju kamu masih bagus-bagus dan layak pakai. Kan sayang kalau uangnya dihambur-hamburkan. Lebih baik uang itu untuk saudara-saudara kamu yang kurang beruntung.”
“Nur ngerti bu.”
“Jadi ?,” tanya Ibu Nur meminta kepastian.
“Baju baru Alhamdulillah, tuk dipakai di hari raya. Tak punya pun tak apa-apa, masih ada baju yang lama” ujar Nur bersenandung.
“Untuk apa berpesta-pesta kalau kalah puasanya, malu kita kepada Allah Yang Esa” balas Ibu Nur.
“Hehehe...” Ibu dan Anak ini pun tertawa lepas sambil tetap menyenandungkan lagu dari “Dea Ananda”
“Nur, cahaya Ibu. Sinarilah Ibu dengan sikapmu yang berbakti sayang. Jangan biarkan cahayamu redup oleh nafsu sesaat.”
“Oh Ibu, Nur sayang Ibu....”