Dahulu
kala, di suatu danau di kota Magdha, hidup seekor kura-kura. Dua ekor
angsa undan juga hidup di dekat sana. Mereka bertiga adalah teman yang
sangat akrab.
Pada suatu hari, beberapa nelayan tiba di
sana dan berkata, “Kita akan datang ke sini besok pagi dan menangkap
ikan dan kura-kura.”
Pada
waktu kura-kura mendengarnya, dia berkata kepada angsa-angsa undan, ”
Apakah kalian dengar apa yang dikatakan nelayan-nelayan tadi. Apa yang
akan kita lakukan sekarang?’
“Kami akan melakukan apa yang
terbaik”. “Saya sudah pernah melewati waktu yang sangat mengerikan
dahulu”, kata kura-kura. “Jadi bisakah engkau membantu saya pergi hari
ini ke danau yang lain?”
“Tapi itu tidak aman untuk kamu dengan merangkak ke danau yang lain”, kata angsa-angsa undan.
“Baik,
kamu bisa mengangkat saya ke sana dengan menumpang dua di antara kamu”
jawab kura-kura sambil merasa bahagia sekali dengan dirinya sendiri.
“Bagaimana kita bisa melakukannya?” Tanya angsa-angsa undan.
“Masing-masing
bisa memegang ujung kayu di paruhmu sementara saya memegang kayu
tengahnya di mulutku. Kemudian jika kamu terbang, saya bisa ikut dengan
kamu”, kata kura-kura.
“Rencana yang bagus sekali”, kata
angsa-angsa undan. “Tapi ini juga sangat berbahaya karena kalau kamu
membuka mulutmu untuk bicara, kamu akan terjatuh.”
“Apakah kamu mengira saya begitu bodoh?” Tanya kura-kura.
Kemudian
pada waktu angsa-angsa undan itu terbang sambil mengangkat temannya si
kura-kura di kayu, mereka terlihat oleh beberapa orang penggembala sapi
yang berada di bawah.
Karena terkejut, para penggembala itu
berkata, “Sesuatu yang aneh, lihatlah! Angsa-angsa undan sedang membawa
kura-kura ke suatu tempat.”
“Wah, kalau kura-kura itu jatuh kita akan memanggangnya”, kata salah satu gembala sapi.
“Saya akan memotong dia menjadi bagian-bagian kecil dan memakannya” kata yang lain.
Mendengar
kata-kata yang begitu kasar dari para gembala sapi, kura-kura lupa di
mana dia sedang berada kemudian berteriak dengan marah, “Kamu akan makan
abu.”
Pada saat dia membuka mulutnya, ia kehilangan genggamannya
dan dia pun jatuh terpelanting ke tanah dan langsung disambar oleh
gembala sapi kemudian dibunuh.
Angsa-angsa undan dengan sedih
melihat kehancuran teman mereka (si kura-kura) dan dengan putus asa
mengharap bahwa dia seharusnya mendengar nasihat mereka untuk tidak
membuka mulutnya.
Oleh karenanya, nasehat yang baik itu tidaklah ternilai harganya.
oleh G.L. Chandiramani